Hey blogger, jumpa kembali nih :)
pembahasan kali ini mengenai tokoh pewayangan beserta analisis kepribadiannya loh
YUK DI SIMAK!
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Seni
wayang merupakan seni yang cerita nya memiliki karakter yang ber beda beda.
Sehingga apabila dianalogikan dengan memahami karakter wayang wayang dari
cerita Ramayana dan Mahabarata akan mudah memahami karakter kepribadiannya.
Ramayana
Kisah Ramayana diawali dengan
adanya seseorang yang bernama Rama, yaitu putera mahkota Prabu Dasarta di Kosala
dengan ibu kotanya Ayodya. Tiga saudara tirinya bernama Barata, Laksmana dan
Satrukna. Rama lahir dari isteri pertama Dasarata bernama Kausala. Barata dari
isteri keduanya bernama Kaikeyi setra Laksmana dan Satrukna dan istimewa ketiga
bernama Sumitra. Mereka hidup Rukun.
Sejak remaja, Rama dan Laksmana
berguru kepada Wismamitra sehingga menjadi pemuda tangguh. Rama kemudian
mengikuti sayembara di Matila ibukota negara Wideha. Berkat keberhasilannya
menarik busur pusaka milik Prabu Janaka, ia dihadiahkan putri sulungnya bernama
Sinta, sedangkan Laksmana dinikahkan dengan Urmila, adik Sinta.
Setelah Dasarata tua, Rama yang direncanakan untuk
menggantikannya menjadi raja, gagal setelah Kaikeyi mengingatkan janji Dasarata
bahwa yang berhak atas tahta adalah Barata dan Rama harus dibuang selama 15
(lima belas) tahun. Atas dasar janji itulah dengan lapang dada Rama pergi mengembara
ke hutan Dandaka, meskipun dihalangi ibunya maupun Barata sendiri. Kepergiannya
itu diikuti oleh Sinta dan Laksmana.
Namun kepergian Rama membuat
Dasarata sedih dan akhirnya meninggal. Untuk mengisi kekosongan singgasana,
para petinggi kerajaan sepakat mengangkat Barata sebagai raja. Tapi ia menolak,
karena menganggap bahwa takhta itu milik Rama, sang kakak. Untuk itu Barata
disertai parajurit dan punggawanya, menjemput Rama di hutan. Saat ketemu
kakaknya, Barata sambil menangis menuturkan perihal kematian Dasarata dan
menyesalkan kehendak ibunya, untuk itu ia dan para punggawanya meminta agar
Rama kembali ke Ayodya dan naik takhta. Tetapi Rama menolak serta tetap
melaksanakan titah ayahanda dan tidak menyalahkan sang ibu tiri, Kaikeyi,
sekaligus membujuk Barata agar bersedia naik takhta. Setelah menerima sepatu
dari Rama, Barata kembali ke kerajaan dan berjanji akan menjalankan
pemerintahan sebagai wakil kakaknya.
Banyak cobaan yang dihadapi Rama
dan Laksmana, dalam pengembaraannya di hutan. Mereka harus menghadapi para
raksasa yang meresahkan masyarakat di sekitar hutan Kandaka itu. Musuh yang menjengkelkan
adalah Surpanaka, yang menginginkan Rama dan Laksmana menjadi suaminya.
Akibatnya, hidung dan telinga Surpanaka dibabat hingga putus oleh Laksmana. Dengan
menahan sakit dan malu, Surpanaka mengadu kepada kakaknya, yaitu Rahwana yang
menjadi raja raksasa di Alengka, sambil membujuk agar Rahwana merebut Sinta
dari tangan Rama. Dengan bantuan Marica yang mengubah diri menjadi kijang
keemasan, Sinta berhasil diculik Rahwana dan dibawa ke Alengka.
Burung Jatayu yang berusaha
menghalangi, tetapi akhirnya tewas oleh senjata Rahwana. Sebelum menghembuskan
nafasnya yang terakhir, Jatayu masih sempat mengabarkan nasib Sinta kepada Rama
dan Laksmana yang sedang mencarinya.Dalam mencari Sinta, Rama dan Laksamana
berjumpa pembesar kera yang bernama Sugriwa dan Hanuman. Mereka mengikat
persahabatan dalam suka dan duka. Dengan bantuan Rama, Sugriwa dapat bertahta
kembali di Kiskenda setelah berhasil mengalahkan Subali. Setelah itu, Hanuman
diperintahkan untuk membantu Rama mencari Sinta. Dengan pasukan kera yang
dipimpin Anggada, anak Subali, mereka pergi mencari Sinta.
Atas petunjuk Sempati, kakak
Jatayu, mereka menuju ke pantai selatan. Untuk mencapai Alengka, Hanuman
meloncat dari puncak gunung Mahendra. Setibanya di ibukota Alengka, Hanuman
berhasil menemui Sinta dan mengabarkan bahwa Rama akan segera membebaskannya.
Sekembalinya dari Alengka, Hanuman melapor kepada Rama. Strategi penyerbuan pun
segera disusun. Atas saran Wibisana, adik Rahwana yang membelot ke pasukan
Rama, dibuatlah jembatan menuju Alengka. Setelah jembatan jadi, berhamburanlah
pasukan kera menyerbu Alengka. Akhirnya, Rahwana dan pasukannya hancur.
Wibisana kemudian dinobatkan menjadi raja Alengka, menggantikan kakaknya yang
mati dalam peperangan. Yang menarik dan sampai saat ini sangat populer di Jawa adalah
adanya ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah kerajaan
atau negara dari Rama kepada Wibisana, yang dikenal dengan sebutan ASTHABRATA.
Setelah berhasil membebaskan
Sinta, pergilah Rama, Sinta serta Laksmana dan seluruh pasukan (termasuk
pasukan kera) ke Ayodya. Setibanya di ibu kota negera Kosala itu, mereka
disambut dengan meriah oleh Barata, Satrukna, para ibu Suri, para punggawa dan
para prajurit, serta seluruh rakyat Kosala. Dengan disaksikan oleh mereka, Rama
kemudian dinobatkan menjadi raja.
Singkat
cerita Ramayana sebenarnya diambil dari cerita yang konon terjadi di daratan
India. Saat itu daratan India dikalahkan oleh India Lautan yang juga disebut
tanah Srilangka atau Langka, yang dalam pewayangan disebut Alengka. Tokoh Rama
adalah pahlawan negeri India daratan, yang kemudian berhasil menghimpun
kekuatan rakyat yang dilukiskan sebagai pasukan kera pimpinan Prabu Sugriwa.
Sedang tanah yang direbut penguasa Alengka dilukiskan sebagai Dewi Sinta (dalam
bahasa Sanskerta berarti tanah). Dalam penjajahan oleh negeri lain, umumnya
segala peraturan negara dan budaya suatu bangsa akan mudah berganti dan berubah
tatanan, yang digambarkan berupa kesucian Sinta yang diragukan diragukan.
Maka setelah Sinta dibebaskan, ia
lantas pati obong, yang artinya keadaan negeri India mulai dibenahi, dengan
merubah peraturan dan melenyapkan kebudayaan si bekas penjajah yang sempat
berkembang di India. Dalam khazanah kesastraan Ramayana Jawa Kuno,
dalam versi kakawin (bersumber dari karya sastra India abad VI dan VII
yang berjudul Ravanavadha/kematian Rahwana yang disusun oleh pujangga Bhatti
dan karya sastranya ini sering disebut Bhattikavya) dan versi prosa (mungkin
bersumber dari Epos Walmiki kitab terakhir yaitu Uttarakanda dari India).
Mahabarata
Dretarashtra
dan Pandu adalah dua orang bersaudara. Dretarashtra, yang tertua, matanya buta,
mempunyai seratus orang anak yang disebut Kurawa. Sedangkan saudaranya, Pandu
mempunyai lima orang anak disebut Pandawa.
Semasa
Pandu hidup, ia memerintah kerajaan Hastinapura atas nama kakaknya yang buta
itu. Setelah Pandu wafat mulai timbul pertentangan antara keturunan
Dretarashtra yaitu kaum Kurawa dengan keturunan Pandu yaitu Pandawa Lima.
Mereka saling berebut kekuasaan, dan masing-masing merasa memiliki hak atas
Hastinapura.
Sebenarnya
Pandawa itu bukan anak Pandu langsung. Hanya menurut dharma (hukum) yang
menjadi anak Pandu adalah Kunti dan Madri. Kunti mempunyai 3 orang anak
(semuanya lelaki), yaitu:
1. Yudhistira,
anak sulung. Ayahnya dewa Dharma, merupakan lambang raja yang menghormati hukum
(dharma)
2. Bhima,
anak kedua, ayahnya dewa Bayu yang memiliki tenaga luar biasa
3. Arjuna,anak
ketiga. Ayahnya dewa Indra, sangat mahir mempergunakan anak panah.
Madri,
saudara Kunti punya anak kembar. Ayahnya dewa Aswin. Anak kembar tersebut
diberi nama Nakula dan Sadewa.Anak-anak Dretarashtra yang jumlahnya 100 orang
itu lahir dari seorang ibu. Dan yang sulung bernama Duryodhana. Duryodhana
sesungguhnya seorang lelaki yang berjiwa pahlawan dan berbudi mulia. Akan
tetapi karena ia sering mendengarkan nasihat-nasihat jahat agar mencelakakan
saudara sepupunya (Pandawa) akhirnya ia terbawa jahat pula.
Persaingan
antara Kurawa dan Pandawa memang terjadi sejak mereka masih kanak-kanak. Hingga
saat dewasa Kurawa terus-terusan berusaha mencelakakan sepupunya, untunglah
Pandawa yang berjiwa besar selalu berhasil menghindarinya. Atas kebijaksanaan
Dretarashtra dan untuk menghindari pertengkaran di antara kedua keluarga
bersaudara itu, maka negara dibagi menjadi dua oleh Resi Bhisma. Sebagian
beribukota di Indra Prastha diserahkan kepada Pandawa dengan Yudhistira sebagai
rajanya, sebagian lagi beribukota di Hastinapura diserahkan kepada Kurawa dan
dirajai oleh Duryodhana.
Berkat
kepemimpinan Yudhistira, Indraprastha berkembang pesat sehingga menjadi
kerajaan yang termasyhur. Hal tersebut membuat hati kaum Kurawa menjadi semakin
iri. Duryodhana kembali mendengar nasihat-nasihat buruk para pembantunya. Lalu
dicarinya muslihat yang paling ampuh untuk menjatuhkan Pandawa.
Pada
suatu ketika Kurawa mengumumkan akan mengadakan pesta besar. Diundangnya
Pandawa masuk ke istana Hastinapura. Dengan segala tipu daya dan kelicikannya
kaum Kurawa berhasil membawa Yudhistira ke meja judi, padahal Yudhistira
sendiri sesungguhnya tidak pernah berjudi. Yudhistira main dadu dengan Sakuni
yang memang sengaja disediakan oleh pihak Kurawa. Sakuni adalah penjudi ulung
yang cerdik dan tak terkalahkan. Sakuni selalu menang dan Yudhistira selalu
kalah. Semua barang milik Yudhistira habis dipakai taruhan, demikian pula milik
adik-adiknya. Hingga akhirnya, kerajaan, adik-adiknya, dirinya sendiri bahkan
kemudian istrinya menjadi korban taruhan. Yudtristira dan seluruhkeluarganya
menjadi budak belian kaum Kurawa.
Pandawa
yang berhati lembut harus melihat Drupadi, permaisuri Yudhistira mengerjakan
pekerjaan babu atas perintah orang-orang Kurawa. Sungguh kejadian yang tidak
adil, sebab sebelum Yudhistira mempertaruhkan istrinya di meja judi, Yudhistira
sendiri sebenarnya sudah mempertaruhkan dirinya.
Dengan
demikian sesungguhnya ia tidak berhak lagi bermain judi dan mempertaruhkan
Drupadi, istrinya. Dengan demikian, Dretarashtra memutuskan bahwa semua
permainan dianggap tidak sah dan harus diulang sekali lagi. Jika pada permainan
terakhir tersebut Yudhistira kalah pula, maka Pandawa harus hidup dalam
pengasingan di hutan selama 12 tahun. Dan pada tahun ketiga belas boleh hidup
di tempat-tempat yang didiami orang dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak
dikenali oleh siapapun. Apabila ada yang mengenali siapa mereka yang
sebenarnya, maka pengasingan harus diulangi dari permulaan lagi. Pada permainan
yang terakhir, Yudhistira kalah lagi. Pandawa yang malang harus menjalani
hukuman pengasingan itu.
Dretarashtra
dan Pandu adalah dua orang bersaudara. Dretarashtra, yang tertua, matanya buta,
memnpunyai seratus orang anak yang disebut Kurawa. Sedangkan saudaranya, Pandu
mempunyai lima orang anak disebut Pandawa.
Semasa Pandu
hidup, ia memerintah kerajaan Hastinapura atas nama kakaknya yang buta itu.
Setelah Pandu wafat mulai timbul pertentangan antara keturunan Dretarashtra
yaitu kaum Kurawa dengan keturunan Pandu yaitu Pandawa Lima. Mereka saling
berebut kekuasaan, dan masing-masing merasa memiliki hak atas Hastinapura.
Sebenarnya
Pandawa itu bukan anak Pandu langsung. Hanya menurut dharma (hukum) yang
menjadi anak Pandu adalah Kunti dan Madri. Kunti mempunyai 3 orang anak
(semuanya lelaki), yaitu:
1. Yudhistira,
anak sulung. Ayahnya dewa Dharma, merupakan lambang raja yang menghormati hukum
(dharma)
2. Bhima,
anak kedua, ayahnya dewa Bayu yang memiliki tenaga luar biasa
3. Arjuna,anak ketiga. Ayahnya dewa Indra, sangat
mahir mempergunakan anak panah.
Madri, saudara Kunti punya anak kembar. Ayahnya dewa Aswin. Anak kembar
tersebut diberi nama Nakula dan Sadewa.
Anak-anak
Dretarashtra yang jumlahnya 100 orang itu lahir dari seorang ibu. Dan yang
sulung bernama Duryodhana. Duryodhana sesungguhnya seorang lelaki yang berjiwa
pahlawan dan berbudi mulia. Akan tetapi karena ia sering mendengarkan
nasihat-nasihat jahat agar mencelakakan saudara sepupunya (Pandawa) akhirnya ia
terbawa jahat pula.
Persaingan
antara Kurawa dan Pandawa memang terjadi sejak mereka masih kanak-kanak. Hingga
saat dewasa Kurawa terus-terusan berusaha mencelakakan sepupunya, untunglah
Pandawa yang berjiwa besar selalu berhasil menghindarinya. Atas kebijaksanaan
Dretarashtra dan untuk menghindari pertengkaran di antara kedua keluarga
bersaudara itu, maka negara dibagi menjadi dua oleh Resi Bhisma. Sebagian
beribukota di Indra Prastha diserahkan kepada Pandawa dengan Yudhistira sebagai
rajanya, sebagian lagi beribukota di Hastinapura diserahkan kepada Kurawa dan
dirajai oleh Duryodhana.
Berkat
kepemimpinan Yudhistira, Indraprastha berkembang pesat sehingga menjadi
kerajaan yang termasyhur. Hal tersebut membuat hati kaum Kurawa menjadi semakin
iri. Duryodhana kembali mendengar nasihat-nasihat buruk para pembantunya. Lalu
dicarinya muslihat yang paling ampuh untuk menjatuhkan Pandawa.
Pada
suatu ketika Kurawa mengumumkan akan mengadakan pesta besar. Diundangnya
Pandawa masuk ke istana Hastinapura. Dengan segala tipu daya dan kelicikannya
kaum Kurawa berhasil membawa Yudhistira ke meja judi, padahal Yudhistira
sendiri sesungguhnya tidak pernah berjudi. Yudhistira main dadu dengan Sakuni
yang memang sengaja disediakan oleh pihak Kurawa. Sakuni adalah penjudi ulung
yang cerdik dan tak terkalahkan. Sakuni selalu menang dan Yudhistira selalu
kalah. Semua barang milik Yudhistira habis dipakai taruhan, demikian pula milik
adik-adiknya. Hingga akhirnya, kerajaan, adik-adiknya, dirinya sendiri bahkan
kemudian istrinya menjadi korban taruhan. Yudtristira dan seluruhkeluarganya
menjadi budak belian kaum Kurawa.
Pandawa
yang berhati lembut harus melihat Drupadi, permaisuri Yudhistira mengerjakan
pekerjaan babu atas perintah orang-orang Kurawa. Sungguh kejadian yang tidak
adil, sebab sebelum Yudhistira mempertaruhkan istrinya di meja judi, Yudhistira
sendiri sebenarnya sudah mempertaruhkan dirinya.
Dengan
demikian sesungguhnya ia tidak berhak lagi bermain judi dan mempertaruhkan
Drupadi, istrinya. Dengan demikian, Dretarashtra memutuskan bahwa semua
permainan dianggap tidak sah dan harus diulang sekali lagi. Jika pada permainan
terakhir tersebut Yudhistira kalah pula, maka Pandawa harus hidup dalam
pengasingan di hutan selama 12 tahun. Dan pada tahun ketiga belas boleh hidup
di tempat-tempat yang didiami orang dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak
dikenali oleh siapapun. Apabila ada yang mengenali siapa mereka yang
sebenarnya, maka pengasingan harus diulangi dari permulaan lagi. Pada permainan
yang terakhir, Yudhistira kalah lagi. Pandawa yang malang harus menjalani
hukuman pengasingan itu.
Singkat cerita diawali
ketika Pandu memenangkan syaembara menikahi Dewi Kunti. Melahirkan 5 orang anak
yaitu Yudistira (bijaksana), Bima (emosional untuk kebenaran), Arjuna (jago
perang) dan sikembar Nakuladan Sadewa (ahli dalam pengetahuan) yang kemudian
disebut Pandawa.
Pandu
mempunyai adik Destarata (tidak bisa melihat) yang mempumyai anak 100 orang. Si
sulung bernama Duryodana (serakah ingin menjadi raja Astina) ketika Pandu
bertapa kerajaan dititip ke Destarata (menunggu anak-anaknya Pandawa dewasa)
Dengan akal licik di bantu sangkuni
(paman) berhasil menyingkirkan Pandawa keluar dari Astina. Terjadilah perang
saudara Antara Pandawa dan kurawaa (Duryodana) untuk memperebutkan kebenaran
hak Pandawa yaitu kerajaan Hastinapura.
BAB II
TEORI
A. TEORI BIG FIVE PERSONALITY
1. Definisi Big Five Personality
Kepribadian telah dikonsepkan dari
bermacam-macam perspektif teoritis yang masing-masing berbeda tingkat
keluasannya (McAdams dalam John & Srivastava, 1999). Masing-masing
tingkatan ini memiliki keunikan dalam memahami perbedaan individu dalam
perilaku dan pengalamannya. Namun, jumlah sifat kepribadian dan skala
kepribadian tetap dirancang tanpa henti-hentinya (Goldberg dalam John &
Srivastava, 1999).
Psikologi kepribadian memerlukan
model deskriptif atau taksonomi mengenai kepribadian itu sendiri. Salah satu
tujuan utama taksonomi dalam ilmu pengetahuan adalah untuk menyederhanakan
defenisi yang saling tumpang-tindih. Oleh karena itu, dalam psikologi
kepribadian, suatu taksonomi akan mempermudah para peneliti untuk meneliti
sumber utama karakteristik kepribadian daripada hanya memeriksa ribuan atribut
yang berbeda-beda yang
membuat setiap individu berbeda dan unik (John &
Srivastava, 1999).
Setelah beberapa dekade, cabang
psikologi kepribadian memperoleh suatu pendekatan taksonomi kepribadian yang
dapat diterima secara umum yaitu dimensi “Big Five Personality”. Dimensi Big Five pertama kali diperkenalkan
oleh Goldberg pada tahun 1981. Dimensi ini tidak mencerminkan perspektif
teoritis tertentu, tetapi merupakan hasil dari analisis bahasa alami manusia
dalam menjelaskan dirinya sendiri dan orang lain. Taksonomi Big Five bukan
bertujuan untuk mengganti sistem yang terdahulu, melainkan sebagai penyatu
karena dapat memberikan penjelasan sistem kepribadian secara umum (John &
Srivastava, 1999). Big Five disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam
satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat
kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya
sehari-hari. Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical
(Language) Hypothesis; perbedaan individu yang paling mendasar digambarkan
hanya dengan
satu istilah yang terdapat pada setiap bahasa (dalam
Pervin, 2005).
Big Five Personality atau yang juga
disebut dengan Five Factor Model oleh Costa & McRae dibuat berdasarkan
pendekatan yang lebih sederhana. Di sini, peneliti berusaha menemukan unit
dasar kepribadian dengan menganalisa kata-kata yang digunakan orang pada
umumnya, yang tidak hanya dimengerti oleh para psikolog, namun juga orang biasa
(Pervin, 2005).
2.
Tipe-Tipe Kepribadian Big Five Personality
Seperti yang telah dijelaskan pada
sub bab sebelumnya, bahwa big five personality terdiri dari lima tipe atau
faktor. Terdapat beberapa istilah untuk menjelaskan kelima faktor tersebut.
Namun, di sini kita akan menyebutnya dengan istilah-istilah berikut:
1. Neuroticism (N)
2. Extraversion (E)
3. Openness to New Experience (O)
4. Agreeableness (A)
5. Conscientiousness (C)
Untuk lebih mudah mengingatnya,
istilah-istilah tersebut di atas disingkat menjadi OCEAN (Pervin, 2005). Untuk
lebih jelasnya, kelima faktor di atas akan dipaparkan pada Tabel 1. yang
didapat dari hasil penelitian Costa dan McRae (1985;1992). Neuroticism
berlawanan dengan Emotional stability yang mencakup perasaan-perasaan negatif,
seperti kecemasan, kesedihan, mudah marah, dan tegang. Openness to Experience
menjelaskan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas dari aspek mental dan
pengalaman hidup. Extraversion dan Agreeableness merangkum sifat-sifat
interpersonal, yaitu apa yang dilakukan seseorang dengan dan kepada orang lain.
Yang terakhir Conscientiousness menjelaskan perilaku pencapaian tujuan dan
kemampuan mengendalikan dorogan yang diperlukan dalam kehidupan sosial (Pervin,
2005).
Tabel 1.
Karakteristik sifat-sifat Five
Factor Model dengan skor tinggi dan rendah
Karakteristik dengan skor tinggi
|
Sifat
|
Karakteristik dengan skor rendah
|
Kuatir,
cemas,
emosional, merasa tidak nyaman, kurang penyesuaian, kesedihan yang tak
beralasan
|
Neuroticism
(N) mengukur penyesuaian Vs ketidak stabilan emosi. Mengidentifikasi
kecenderungan individu akan distress psikologi, ide-ide yang tidak realistis,
kebutuhan dan keinginan yang berlebihan dan respon coping yang tidak sesuai
|
Tenang
, santai, tidak emosional, tabah, nyaman,
puas terhadap diri sendiri.
|
Mudah
bergaul, aktif, talkative, person-oriented, optimis, menyenangkan, kasih
sayang, bersahabat.
|
Extraversion
(E) Mengukur kuantitas dan intensitas interaksi intrapersonal, level
aktivitas, kebutuhan akan stimulasi, kapasitas kesenangan.
|
Tidak
ramah, tenang, tidak periang, menyendiri, task –oriented, pemalu, pendiam.
|
Rasa
ingin tahu tinggi, ketertarikan luas, kreatif, original, imajinatif, tidak
ketinggalan jaman.
|
Openness
(O) Mengukur keinginan untuk mencari dan menghargai pengalaman baru, Senang
mengetahui sesuatu yang tidak familiar.
|
Mengikuti
apa yang sudah ada, down to earth, tertarik hanya pada satu hal, tidak
memiliki jiwa seni kurang analitis
|
Berhati
lembut, baik, suka menolong, dapat dipercaya, mudah memaafkan, mudah untuk
dimanfaatkan, terus terang.
|
Agreeableness
(A) Mengukur kualitas orientasi interpersonal seseorang, mulai dari perasaan kasihan
sampai pada sikap permusuhan dalam hal pikiran, perasaaan, dan tindakan.
|
Sinis,
kasar, rasa curiga, tidak mau bekerjasama, pendendam, kejam, mudah marah,
manipulative.
|
Teratur,
dapat dipercaya, pekerja keras, disiplin, tepat waktu, teliti, rapi, ambisius,
tekun.
|
Conscientiousness
(C) Mengukur tingkat keteraturan seseorang, ketahanan dan motivasi dalam
mencapai tujuan. Berlawanan dengan ketergantungan, dan kecendrungan untuk
menjadi malas dan lemah.
|
Tidak
bertujuan, tidak dapat dipercaya, malas, kurang perhatian, lalai, sembrono,
tidak disiplin, keinginan lemah, suka bersenang-senang.
|
Menurut
Costa & McRae (dalam Pervin, 2005), setiap dimensi dari Big Five terdiri dari 6 (enam) faset atau
subfaktor. Faset-faset tersebut adalah:
1. Extraversion terdiri dari:
1.
Gregariousness (suka berkumpul).
2.
Activity level (level aktivitas).
3.
Assertiveness (asertif).
4.
Excitement Seeking (mencari kesenangan).
5.
Positive Emotions (emosi yang positif).
6.
Warmth (kehangatan).
2. Agreeableness terdiri dari:
1.
Straightforwardness (berterusterang).
2.
Trust (kepercayaan).
3.
Altruism (mendahulukan kepentingan orang lain).
4.
Modesty (rendah hati).
5.
Tendermindedness (berhati lembut).
6.
Compliance (kerelaan).
3. Conscientiousness terdiri dari:
1.
Self-discipline (disiplin).
2.
Dutifulness (patuh).
3.
Competence (kompetensi).
4.
Order (teratur).
5.
Deliberation (pertimbangan).
6.
Achievement striving (pencapaian prestasi).
4. Neuroticism terdiri dari:
1.
Anxiety (kecemasan).
2.
Self-consciousness (kesadaran diri).
3.
Depression (depresi).
4.
Vulnerability (mudah tersinggung).
5.
Impulsiveness (menuruti kata hati).
6.
Angry hostility (amarah)
.
5. Openness to new experience
terdiri dari:
1.
Fantasy (khayalan).
2.
Aesthetics (keindahan).
3.
Feelings (perasaan).
4.
Ideas (ide).
5.
Actions (tindakan).
6.
Values (nilai-nilai).
BAB III
ANALISIS KEPRIBADIAN
jika
membahas cerita perwayangan Ramayana, terdapat 3 tokoh utama yaitu Rama, Sinta
dan Anoman. Rama adalah raja yang adil dan bijaksana dalam memimpin
kerajaan, Sinta adalah istri rama,
sedangkan Anoman adaah monyet penjelmaan dewa yang sakti, membela keberanaran
dan mengabdikan diri kepada Rama.
Dalam
pembahasan analisis kepribadian, menggunakan big five teori sepeti yang sudah
terlampirkan di bab sebelumnya. Tokoh Rama dalam pewayangan Ramayana masuk ke
dalam tipe Agreebleness, dan juga
sebagai raja dalam cerita tersebut sifat nya dapat di gambarkan seperti
Straightforwardness (berterusterang), trust (kepercayaan), altruism
(mendahulukan kepentingan orang lain), modesty (rendah hati), tendermindedness
(berhati lembut), compliance (kerelaan)
Tokoh
sinta dalam cerita ini di bahas hanya sebagai istri dari tokoh Rama.menurut
saya sinta masuk dalam tipe
Extraversion, terdiri dari sifat: Gregariousness (suka berkumpul), Activity
level (level aktivitas), Assertiveness
(asertif), Excitement Seeking (mencari kesenangan). Positive Emotions (emosi
yang positif), Warmth (kehangatan). Mungkin tidak semua sifat yang ada dalam
Extraversion terdapat dalam diri sinta, namun sebagai istri yang setia, emosi
yang positif (mendukung suami dalam keadaan yang seperti apapun), kehangatan
dalam hal kasih saying dan kelembutannya.
Tokoh Anoman, seorang dewa yang menjelma
sebagai monyet sakti pembela kebenaran masuk ke dalam tipe Conscientiousness, terdiri dari sifat : self-discipline
(disiplin), dutifulness (patuh), competence (kompetensi), order (teratur),
deliberation (pertimbangan), achievement striving (pencapaian prestasi).
Pribadi Anoman menurut saya sesuai dengan sifat patuhnya kepada Rama,
pencapaian prestasi melawan melwan musuh yang jahat, disiplin, dll
Sedangkan
dalam cerita pewayangan Mahabarata, terdapat 5 tokoh utama yaitu: Yudistira,
Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Dalan analisi ini, saya akan membahas 2 tokoh
dari 5 tokoh yang ada.
Analis
kepribadian menggunakan teori pada baba sebeumnya, yaitu tentang big five
personality. Tokoh Yudistira adalah tokoh yang bijaksana. Yudistira bisa di
gambarkan dengan tipe Extraversion. Extraversion bisa dibilang tipe yang mudah
begaul pada kehidupan sosial atau lingkungannya. Sifat Yudistira yang bijaksana
dapat di paparkan dengan sifat: Gregariousness (suka berkumpul), Activity
level (level aktivitas), Assertiveness
(asertif), Excitement Seeking (mencari kesenangan). Positive Emotions (emosi
yang positif), Warmth (kehangatan).
selanjutnya
tokoh Arjuna, dikenal dengan tokoh yang ahli dalam memimpin pasungan untuk
berperang. Tokoh Arjuna masuk ke daam tipe Conscientiousness, terdiri dari
sifat : Self-discipline (disiplin),competence
(kompetensi),deliberation(pertimbangan). Dengan memiliki sifat disiplin
memudahkan dalam berperang, karena membutuhkan sifat kedisiplinan, begitupun
dengan kompetensi dan pertimbangan bisa di jadikan untuk membuat strategi dalam
berlangsungnya peperangan, dan mempertimbangkan sesuatu dengan sebaik baiknya
BAB
IV
KESIMPULAN
Dengan tokoh tokoh dari cerita
wayang Ramayana dan Mahabarata, kita bisa mempelajaari karakter masing masing
tokoh, yang bisa memudahkan kita belajar memahami karakter orang lain. Dalam
makalah ini pembahasan masing masing tokoh yang ada di bahas menggunakan big
five teori yang terdiri dari : Neuroticism (N), Extraversion (E), Openness (O),
Agreeableness (A), dan Conscientiousness (C).
Tokoh Rama memiliki tipe
Agreeableness (A), tokoh Sinta memiliki tipe Extraversion (E, tokoh Anoman
memiliki tipe Conscientiousness (C). tokoh Arjuna memiliki tipe
Conscientiousness (C), dan Yudistira memiliki tipe Extraversion (E).
mungkin cukup sampai disini, semoga bermanfaat :)
YUK TERUS MENCARI TAHU !
Referensi
Materi psikologi kepribadian (mba Eva)
Wikipedia yang diakses
pada tanggal 10 dan 11 juni 2014
http://www.anneahira.com/tokoh-wayang-kulit.htm